Hits Counter

Senin, 23 Maret 2009

KUALITAS GAMBAR

Pada dasarnya, lima karakteristik image radiografik menentukan kualitasnya: spasial resolusi , kontras resolusi, noise, distorsi, dan artefak (Sprawls, 1955). Setiap karakteristik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan processing, geometri, gerakan, kontras subjek, teknik kontras film, reseptor image, ukuran titik focal, kondisi yang dilihat, dan penampilan peneliti / observer.
Dalam CT Scan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas gambar telah diidentifikasi dan didiskusikan dalam beberapa kesempatan (Pfeiler dkk, 1976; Blumenfeld dan Glover, 1981; Hanson, 1981; Morgan, 1983; Villafana, 1987; Sprawls, 1995; dan Barnes dan Lakshminarayanan, 1989). Kalender dan Polacin (1991) juga membedakan kualitas gambar CT scanning dalam geometri spiral.

KUALITAS
Pernyataan Umum
Robb dan Morin (1991) telah menunjukkan serangkaian faktor yang mempengaruhi kualitas gambar : karakteristik sinar x, dosis, kemampuan penyebaran subjek, ketebalan irisan (slice thickness), hamburan, efisiensi konversi analog menjadi digital, ukuran pixel, algorithma rekonstruksi, dan display resolusi.
Robb dan Morin (1991) juga telah memberikan pernyataan aljabar untuk kualitas image dalam CT:
δ2 (µ) = kT / (td2R) (II - I)
dimana δ (µ) adalah selisih (sebuah pengukuran variabilitas µ terhadap rerata) antara hasil dari noise, T adalah kemampuan penyebaran (kebalikan dari atenuasi, dengan mempertimbangkan komposisi dan distribusi jaringan), t adalah slice thickness, d adalah ukuran pixel, R adalah dosis, dan k adalah faktor yang digunakan untuk merubah dosis kulit menjadi dosis yang terserap.
Untuk meningkatkan kualitas gambar, dosis dan ukuran pixel (d) bisa dirubah “karena kemampuan penyebaran umumnya tidak bisa dirubah dan untuk beberapa scan, setting ketebalan irisan akan dicocokkan” (Robb dan Morin, 1991).




Pengukuran
Kualitas image CT ditentukan oleh faktor yang ditunjukkan dalam gambar 11-1.

Fig.11-1

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur beberapa parameter ini, seperti fungsi penyebaran titik (PSF), fungsi penyebaran garis (LSF), fungsi transfer kontras (CTF), dan fungsi transfer modularisasi (MTF). Dari semua fungsi ini, MTF adalah deskriptor spasial resolusi yang paling sering digunakan dalam CT dan radiografi konvensional.
PSF menjelaskan kekurangtebalan yang dihasilkan ketika sebuah titik objek tidak dipancarkan kembali sebagai titik “yang sebenarnya” dalam image. Kekurangtebalan ini menghasilkan efek kabur (yaitu titik tersebut menyebar membentuk lingkaran yang dapat diukur). Ukuran spasial resolusi adalah lebar fungsi penyebaran titik pada setengah dari nilai maksimumnya. Ukuran ini disebut full widht at half-maximum (FWHM) atau lebar penuh pada setengah dari nilai maksimum, yang sering dilihat pada data CT untuk spasial resolusi.
LSF juga menjelaskan ketidaktajaman dari sebuah sistem imaging ketika sebuah objek garis atau celah tidak dihasilkan kembali sebagai sebuah image garis atau celah, tapi menyebar sebagai jarak yang dapat diukur.
CTF, juga disebut sebagai fungsi respon kontras, mengukur respon kontras sistem imaging. Untuk pola uji resolusi yang terdiri dari serangkaian celah dan ruang, kontras sultant adalah perbedaan dalam ketebalan (densitas) antara daerah celah yang berdekatan. Pada grafik yang digambar antara kontras yang dihasilkan dari celah image sebagai sebuah fungsi jumlah celah per panjang unit, CTF bisa didapat. Kontras image menurun ketika jumlah celah per panjang unit menurun.
MTF bisa diperoleh dari LSF, PSF, dan fungsi respon tepi (ERF), yang menjelaskan tentang respon sistem imaging pada daerah yang berdekatan dengan densitas rendah dan tinggi. MTF bisa didapat dengan perubahan Fourier dari LSF, PSF, dan ERF. MTF mengukur kemampuan resolusi dari sebuah sistem dengan memecah objek menjadi komponen frekuensinya (gambar 11-2). Optical densitas menunjukkan kemurnian image, atau ketepatan dimana objek dapat dihasilkan kembali dalam image. MTF 1 artinya bahwa sistem imaging telah menghasilkan kembali objek dengan tepat, sedangkan MTF 0 mengindikasikan bahwa tidak ada transfer objek menjadi image.
Dalam Figur 11-2, pada line pair 1 (lp)/cm frekuensi spasial, optical density adalah 0.88; pada 2 lp/cm, optical density adalah 0.59, dan sebagainya. Jika spasial frekuensi digambarkan sebagai sebuah fungsi kemurnian image, kurva MTF dapat diperoleh (gambar 11-3). MTF adalah fungsi transfer yang paling umum untuk CT scanner. Dalam kurva MTF untuk dua CT scanner (gambar 11-4), scanner A dapat menggambarkan 5.2 lp/cm pada 0.1 MTF jika dibandingkan dengan scanner B, yang hanya bisa menggambarkan 3.5 lp/cm pada 0.1 MTF. Ini berarti bahwa scanner A memiliki kemampuan spasial resolusi yang lebih baik daripada scanner B.
Berapakah ukuran yang absolut bagi sebuah objek dalam imaging CT? Bushong (1997) memberikan jawaban “sama dengan perbandingan terbalik spasial frekuensi”. Contohnya, jika frekuensi spasial dari sebuah CT scanner adalah 15 lp/cm (15 lp/cm-1), kemudian CT scanner dapat memecah objek sebesar 0.3 mm (1/15 lp/cm = 10/15 lp/mm = 0.6 mm/lp = 0.3 mm).
Akhirnya, noise dalam sebuah image dapat diukur oleh spektrum kekuatan noise, atau spektrum Wiener (gambar 11-5). Deskripsi ini dapat juga digunakan untuk meneliti bunyi total dari sebuah sistem. gambar 11-5 menunjukkan bahwa spektrum kekuatan noise didapat dengan perubahan Fourier untuk memecahkan gambaran noise menjadi komponen frekuensinya. Sedangkan MTF menunjukkan spasial resolusi, spektrum kekuatan noise menjelaskan kontras resolusi.

Gambar 11-2 dan 11-3
Gambar 11-4 dan 11-5

Phantom
Pabrik CT memberikan berbagai jenis phantom untuk pengukuran rutin, tapi phantom lain bisa didapat untuk pengukuran tambahan. Dua phantom yang populer adalah pola ledakan bintang dan pola batang yang serupa dengan phantom Catphan (Laboratorium Penelitian Alderson) dan phantom Plexiglass yang terdiri dari serangkaian lubang dengan diameter yang berbeda yang disusun dalam baris-baris (row) (Persatuan Ahli Ilmu Fisika dalam Kedokteran Amerika (AAPM)). Figur 11-6 menggambarkan beberapa phantom untuk mengukur noise, spasial resolusi , kontras resolusi ,dan ketebalan irisan (slice thickness).
Gambar 11-6


RESOLUSI
Resolusi pada CT dapat didiskusikan dalam bentuk spasial resolusi dan kontras resolusi. Pada pembahasan ini, akan menggambarkan karakteristik penting antara keduanya.


Spasial Resolusi
Spasial resolusi menjelaskan tingkatan derajat efek kabur (blurring) pada sebuah gambaran. Pada CT scanner, spasial resolusi adalah “suatu ukuran dari kemampuan untuk membeda-bedakan objek tentang bermacam-macam densitas suatu jarak yang kecil terpisah suatu latar belakang yang seragam” (Robb and Morin, 1991).
Spasial resolusi sering digambarkan oleh PSF, LSF dan MTF (lihat gambar 11-4). Barnes dan Lakshminarayanan (1989) dapat digunakan pada MTF untuk menjelaskan spasial resolusi pada sistem CT, yang diikuti :
MTF system (f) = MTF geometry (f) ∙ MTF algorithm (f) (11-2)
Dimana f adalah spasial resolusi. Equasi 11-1 menunjukkan bahwa CT spasial resolusi secara umum yang dipengaruhi oleh dua kategori dari faktor-faktor : geometris dan rekonstruksi algoritma.

Faktor Geometri
Faktor geometrik mengacu pada faktor-faktor berperan dalam proses akusisi data (Blumenfeld dan Glover, 1981) seperti ukuran focal spot, detektor, slice thickness, jarak antara fokus, isocenter (pusat rotasi pada gantry) dan jarak sampling. Rekonstruksi algoritma-algoritma, bagaimanapun juga mempengaruhi spasial resolusi berdasarkan pada kemampuan mereka untuk memperlancar atau meningkatkan tepi-tepi.
Pada CT, ukuran focal spot efektif di isocenter menunjukkan ukuran focal spot di dalam tabung sinar-X. Jika ukuran focal spot efektif meningkat, detail di dalam object itu dibagi-bagikan diatas beberapa detektor-detektor, seperti itu dapat mengurangi spasial resolusi.
Ukuran lubang bidik kamera mengacu pada lebar dari ukuran lubang bidik kamera di detektor. Secara umum, object itu dapat dipecahkan ketika ukuran lubang bidik kamera adalah lebih kecil dibanding pengaturan jarak antara object. Spasial resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh karena ukuran-ukuran lubang bidik kamera yang lebih kecil. Kedua-duanya ukuran focal spot dan lebar bidik detektor mempengaruhi resolusi dalam kaitan dengan menggunakan istilah lebar berkas sinar scan yang efektif di isocenter. Focal spot dan detektor terkecil ukuran adalah 4 mm, 10 mm slice thickness menyebar 4 mm diatas seluruh slice thickness dan seperti itu CT number yang salah. Efek ini disebut dengan partial volume effect. Slice dekat dengan ukuran obyek, seperti suatu 5 mm , slice thickness , akan menjadi suatu perbaikan yang penting dan seperti itu meningkatkan spatial resolusi.
Banyaknya proyeksi-proyeksi juga mempengaruhi spatial resolusi. Seperti banyaknya proyeksi-proyeksi meningkat, lebih banyak data ada tersedia untuk rekonstruksi gambaran dan memperbaiki spatial resolusi (gambar 11-7).

Gambar 11-7


Rekonstruksi Algoritma
Mengingat dari bab 7 bahwa rekonstruksi gambar melibatkan dua prosedur mathematical : belokan dan proyeksi kembali. Sangat utama, jika profil-profil proyeksi kembali memproyeksikan tanpa koreksi, blurring muncul (gambar 11-8,A). Untuk mempertajam gambaran, suatu proses belokan diberlakukan bagi beban profil scan sebelum proyeksi kembali (gambar 11-8, B). Sifat dan tingkat derajat dari penimbangan bergantung pada algoritma belokan (gambar 11-9).
Gambar 11-8
Algoritma belokan atau inti mempengaruhi penampilan dari struktur-struktur gambaran. Algoritma belokan telah dikembangkan untuk masing-masing aplikasi spesifik anatomi. Pada umumnya, algoritma ini diberlakukan untuk menekan soft tissue (algoritma standar) dan tulang dan dikenal sebagai algoritma-algoritma soft tissue dan tulang detail. Sedangkan, pembentuk diberlakukan untuk tulang belakang, pankreas, ginjal, paru- paru atau setiap daerah soft tissue, yang belakangan stuktur tulang yang diterapkan telinga dalam dan tulang yang tebal/padat.
Spasial resolusi pada kontras yang tinggi juga disebut dengan kontras resolusi tinggi dan dapat ditentukan dari MTF atau gambaran CT pada phantom (gambar 11-10).

Gambar 11-10

Ketika resolusi kontras tinggi dibandingkan oleh MTF pada 0,1% (lihat gambar 11-4), dikenal dengan resolusi pembatasan (Bushong, 1997).
Resolusi display digambarkan sebagai banyaknya pixel setiap dimensi baik yang vertikal dan horisontal menyangkut ukuran acuan/matriks pada layar monitor atau kertas film. Dahulu, gambar menggunakan ukuran acuan/matriks 80 X 80,128 X 128 dan 256 X 256 (gambar 11-11). Efek ukuran acuan/matriks pada resolusi diatas dijelaskan dalam gambar 11-11.

Gambar 11-11
Sekarang, CT scanner menggunakan ukuran acuan/matriks lebih tinggi bersamaan dengan algoritma belokan terpilih untuk meningkatkan tampilan resolusi (display). CT scanner boleh menggunakan ukuran acuan/matriks rekonstruksi 512 X 512 dengan ukuran pilihan pixel antara 0.06 dan 1 mm. Ketika gambaran ini ditampilkan, pada gambar ukuran acuan/matriks 1024X1024 memudahkan perbedaan menyangkut detail anatomis dan lebih tajam membuat garis demarkasi struktur anatomic dengan kontras tinggi. Scanner yang lain boleh menggunakan suatu ukuran acuan/matriks rekonstruksi 1024 X 1024 dan suatu resolusi tampilan tinggi (1024X1280) untuk memberi suatu resolusi 20 lp/cm.

High-Resolution CT
High-Resolution CT ( HRCT) adalah suatu teknik yang diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an sebagai hasil penemuan penting di dalam memproses CT dan di dalam bidang komputer. Hal ini dikembangkan untuk mengevaluasi penyakit yang menyangkut paru-paru dan "sekarang ini alat noninvasive yang paling akurat untuk evaluasi struktur paru-paru " ( Mayo,1991). Aspek teknis HRCT telah diuraikan oleh sejumlah pekerja, khususnya oleh mayo (1991). HRCT ialah " suatu teknik yang mengoptimalkan spatial resolusi pada scanner konvensional" ( swensen et all,1992).
Batas berkas kolimasi memastikan bahwa irisan / slice tipis dapat diperoleh. Ketebalan irisan (slice thickness) 1.0, 1.5, dan 2.0 mm dibandingkan dengan slice thickness 8 sampai 10 mm pada scanning CT merupakan suatu yang umum. Irisan tipis ini mengurangi artifacts yang disebabkan oleh rata-rata volume parsial. Gambar 11-12 memperlihatkan suatu perbandingan menyangkut derajat tingkat spatial resolusi yang diusahakan oleh dua irisan dari ketebalan yang berbeda .
Gambar 11-12 dan 11-13
Parameter berikutnya yang mengoptimalkan HRCT adalah rekonstruksi algoritma. Kepadatan frekwensi algoritma yang tinggi telah ditunjukkan untuk meningkatkan kepadatan resolusi yang sangat berarti namun terdapat banyak noise (mayo,1991) ( gambar 11-13). Menurut Meziane (1992), bertambahnya noise tidak selalu mempunyai pengaruh terhadap interpretasi dalam scan, meskipun noise dapat mengaburkan perubahan parenchymal yang sulit dipisahkan. Untuk mengurangi noise, frekwensi kepadatan algoritma yang rendah dapat digunakan untuk gambar yang lembut, tetapi algoritma ini tidaklah dapat digunakan dalam HRCT pada bagian otak dan abdomen, di mana kontras subyek tidaklah sama seperti paru-paru ( galvin et al,1992).
Akhirnya, HRCT memerlukan pengurangan ukuran pixel untuk menyediakan suatu peningkatan lebih lanjut dalam spasial resolusi. Hal ini terpenuhi dengan penggunaan suatu Field of View (FOV) yang lebih kecil.

Pixel size = FOV : matrix size (11-13)

Untuk 40 CM FOV pada suatu ukuran acuan/ matriks 512 X 512, ukuran pixelnya adalah 0.78 mm (400mm/512). Jika FOV dikurangi menjadi 20 cm, ukuran pixelnya adalah 0.49 mm; untuk 13cm FOV, ukuran pixel adalah 0.25 mm. Pengurangan ini dikenal sebagai targetting. Dengan retrospektif targetting atau retargetting, "suatu subset pada scan data direkonstruksi lagi pada rekonstruksi grid lebih kecil, dengan demikian meningkatkan spasial resolusi " ( mayo,1991) ( gambar.11-14).
Gambar 11-14

Faktor - faktor teknik untuk HRCT pada umumnya mempunyai range dari 20 kVp, 140 mA sampai 140kVp dan 200 mA, dengan waktu scan antara 2 dan 3 detik (mayo,1991; galvin et al 1992; swensen et al 1992; dan mezine,1992). Jika faktor teknik, terutama mA dan waktu scan, dapat ditingkatkan untuk mengurangi noise didalam gambaran dan hasilnya sesuai dengan peningkatan didalam dosis radiasi kepada pasien.

KONTRAS RESOLUSI
Kontras resolusi rendah, atau resolusi jaringan, adalah kemampuan dari suatu sistem penggambaran untuk mempertunjukkan perubahan kecil di dalam kontras jaringan. Pada CT, kontras resolusi kadang-kadang dikenal sebagai sensitifitas pada sistem (hounsfield,1978). Kontras resolusi dapat juga dinyatakan dalam kaitannya dengan kemampuan atau unit CT ke object gambaran 2 sampai 3 mm dalam ukuran yang sedikit bertukar didalam densitas dari lingkungan yang mana mereka tempatkan (curry et al,1990). Dalam hal ini, memasukkan low-contrast dapat digunakan untuk menjelaskan kontras resolusi pada CT.
Gambar 11-15

Untuk memahami low-contrast resolusi, mempertimbangkan tiga jaringan yang berbeda dari nomor-atom (Z) dan perbedaan densitas( gambar 11-15). Jika jaringan ini digambarkan oleh radiografi konvensional, gambaran yang diperoleh akan menunjukkan kontras yang baik antara tulang dan soft tissue (otot dan lemak) saja. Nilai-Nilai yang menyangkut densitas dan Z untuk otot dan lemak terlalu dekat dan dibedakan oleh radiografi dan itu nampak seperti “bayang-bayang soft tissue”. Kontras antara tulang dengan Z 13.8 dan soft tissue dengan suatu Z 7.4 adalah nyata karena perbedaan yang signifikan antara kepadatan dan Z dua jaringan ini.
Keuntungan CT adalah bahwa kontras resolusi lebih baik daripada radiografi konvensional. CT dapat menggambarkan jaringan dalam densitas dan nomor anatomis. Sedangkan radiografi dapat membeda-bedakan suatu perbedaan densitas sekitar 10% ( curry ET AL,1990), CT dapat mendeteksi perbedaan densitas dari 0.25% sampai 0.5%, tergantung pada scanner (low-contrast resolusi untuk beberapa CT scanner yang populer diperkenalkan di dalam appendix).
Low-Contrast resolusi pada CT mempengaruhi beberapa faktor termasuk fluks photon, slice thickness, ukuran pasien ,sensitivitas pada detector, reconstruksi algorithma, image display, recording, dan noise ( lihat kotak di bawah) ( morgan,1983).

Faktor yang mempengaruhi low-contrast resolution
Photon fluks
Slice thickness
Patient size
Detector sensitivity



Fluks photon tergantung pada kVp, mAs, dan filtrasi berkas cahaya. Faktor-faktor ini mempengaruhi kwantitas dan kualitas photon yang menjangkau detektor tersebut. Sebagai tambahan, ukuran dari pasien mempengaruhi atenuasi pada berkas sinar dan flux photon pada detektor. Sedangkan ditingkatkannya faktor teknik ( kVp dan mAs) meningkatkan fluks photon. Ditingkatkannya filtrasi berkas sinar dan ukuran pasien mengurangi fluks foton karena besarnya atenuasi radiasi. Pada CT, faktor ini dioptimalkan untuk meningkatkan low-contrast resolusi.
Slice thickness juga mempengaruhi low-contrast resolusi. Hal ini dinyatakan di dalam bab 4 bahwa kolimasi adalah satu cara mengalahkan penurunan kontras yang khas pada radiografi konvensional karena terbukanya beam geometry. Di dalam CT, kolimasi mengontrol slice thickness, irisan sangat tipis memerlukan batas kolimasi. Tipe kolimasi jenis ini mengurangi sinar hambur/ tersebar yang menginterupsi detektor dan dengan begitu meningkatkan kontras resolusi. Bagaimanapun, slice thickness meningkat, faktor – faktor teknik harus pula meningkat.
Kepekaan / sensitifitas detektor mempengaruhi kontras resolusi. Di dalam CT detektor harus mampu untuk membedakan perbedaan kecil pada atenuasi sinar x, yang mana diperlukan untuk mengukur perbedaan kecil didalam kontras jaringan lunak (soft tissue) dalam membandingkan sedikitnya 1% ( morgan,1983).
Efek pada rekonstruksi algoritma dalam kontras resolusi adalah dramatis. Pengaruh algoritma frekwensi spasial yang tinggi didalam peningkatan spasial resolusi dapat dibahas ( lihat gambar 11-13). Pada umumnya, frekwensi spasial algoritma yang rendah dapat digunakan untuk gambaran yang lembut/halus, yang mana "bisa meningkatkan perseptibilitas low-contrast luka seperti metastase" (morgan.1983). Sebagai tambahan, algoritma juga bermanfaat untuk gambaran pada bagian otak dan abdomen karena perbedaan didalam kontras subjek sulit dipisahkan (galvin et all,1992). Ukuran layar tampilan (ukuran tampilan) dan jarak pengamatan juga mempengaruhi kontras resolusi. Mccullogh (1977) telah menambahkan catatan bahwa jarak meningkatkan screens, meningkatkan kemampuan yang besar untuk mendeteksi gambaran low-contrast .
Akhirnya, noise mempengaruhi low-contrast resolusi didalam CT. Di dalam hal ini, noise lebih mengacu pada quantum noise. Jika terlalu sedikit photon yang dideteksi, kemudian gambaran nampak seperti "noise" dan low-contrast resolusi diturunkan tingkatannya. Bersama-sama, noise dan kemampuan spasial resolusi mengenai kontras rendah disebut low-contrast resolusi. Dosis radiasi harus ditingkatkan agar photon yang lebih di detektor dapat menghasilkan sinyal lebih kuat.

Contrast detail diagram
Diagram kontras detail (CCD) adalah suatu grafik yang diukur kontras adalah merencanakan pada ordinat sebagai suatu fungsi garis tengah (diameter) yang dapat ditemukan dari obyek, yang direncanakan di absis. Dari grafik, informasi dapat diperoleh keduanya, yaitu kontras yang rendah dan resolusi kontras tinggi pada kontras. Pada kontras 100% ( 1000 ∆CT/HU) batas resolusi (diameter kecil) terjadi (Villafana,1987). Resolusi pada kontras yang rendah dapat ditentukan dari diagram untuk setiap garis tengah(diameter).
"Ketika kontras berkurang, resolusi jatuh/turun. Pada level/tingkatan kontras yang rendah, kurva-kurva cenderung untuk meratakan ke luar (ini dikenal sebagai batas noise)" (Villafana, 1987), diagram kontras detail dapat ditentukan sebagai berikut:
Metode sederhana yang ditentukan CDD, dimana noise membebaskan gambaran yang superposisi di suatu gambaran noise yang asli. Kontras objek kemudian ditentukan, di mana titik baris dari lubang hampir tidak dapat dibedakan di dalam gambaran yang berasal.
Phantom berisi sejumlah angka dari lubang yang sama jauh pada diameter d- antara 64 dan 44 lubang, tergantung pada diameter dan pusat sampai jarak pusat dari 2d. Lubang tersebut diatur /disusun berupa bentuk matriks. Gambaran dari struktur itu dapat dihitung berdasarkan pada fungsi pokok/penting yang tersebar, dengan mana setiap kontras yang diinginkan. Ko, dapat dengan mudah diperoleh. Hasilnya adalah gambaran, Io ( Ko, d ) sebagaimana yang diperoleh dengan phantom asli yang menggambarkan bentuk lubang (eg, suatu plat lubang bor plexiglass).
Suatu gambaran noise, In diperoleh sebagai berikut : dua gambaran transaxial yang diperoleh dari phantom air 20cm kemudian dikurangi untuk menghapus struktur reguler seperti vignetting. Didalam gambaran diferensial, standar deviasi dihitung bidang lingkar pusat sekitar 40 centimeter (noise pixel 6) dan membuat normal / dinormalisir untuk tingkat pada noise σ.
Kontras objek yang dikumpul Ko dari gambaran Io dinormalisir dengan Sk sehingga pola lubang dapat dibedakan didalam gambaran yang diperoleh dari penambahan gambar I = Sk dalam gambaran noise In. Yang dapat dibedakan adalah menggambarkan sebagai kemampuan untuk menghitung 50% dari lubang pada gambar. Ketika kriteria ini dipenuhi, kontras (CT ref = Sk x Ko) yang dihasilkan sebagai sinyal untuk noise pixel. Jadi, dengan demikian kemampuan mendeteksi lubang dengan diameter d tergantung di signal-to-noise. Untuk noise pixel dari suatu mode scan yang terpilih. Kontras CT (d) bahwa dapat hampir tidak dibeda-bedakan kemudian dihasilkan sebagai berikut :
Yang dikenali sebagai di atas. CDD kemudian menentukan banyaknya kombinasi yang mungkin pada kontras dan diameter lubang.
Keuntungan dari metode ini adalah kesederhanaan dimana memberi diameter lubang yang dapat digambarkan dengan tingkatan pada kontras.
Dengan solusi-solusi perpaduan kontras, umumnya sulit disepakati untuk mencapai tingkatan kontras yang diperlukan karena diameter lubang yang diberi.
Suatu CDD dapat dengan cepat ditentukan dengan metode matriks, menggunakan beberapa rekonstruksi-rekonstruksi gambaran dan gambaran superposisional. CDD yang hasilnya dapat dengan mudah ditetapkan oleh pengukuran dari phantom low-contras untuk berbagai kombinasi diameter kontras dan lubang (siemens, 1989).


NOISE PROPERTIES
Pada CT, noise adalah fluktuasi angka-angka CT antara titik-titik di dalam gambaran untuk suatu scan dari material yang seragam / sama seperti air. Noise dapat digambarkan dengan standar deviasi σ nilai-nilai dalam gambaran matriks (pixel-pixel) menggunakan ekspresi yang berikut :
Noise (σ) = √ ∑ (x1- x)2 : n-1 (11-15)

Dimana n adalah nomor total dari pixel didalam daerah, X1 adalah nilai-nilai pixel individu. Jawaban yang dihitung ditandai statistik yang disebar di dalam angka-angka CT yang direkonstruksi.

Noise Level
Noise level itu dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dari kontras atau angka CT. Jika 3 adalah standar deviasi untuk suatu unit CT dengan range angka CT ±1000, kemudian noise level menyatakan sebagai suatu persentase dari kontras adalah sebagai berikut :
Noise level (%) = 3/1000 X 100
= 3/10
= 0.3 %
Jadi , 3 units out of 1000 represent 0,3 %

Noise dapat diukur dengan scanning suatu phantom air yang ditempatkan dalam daerah scan dan menghitung rata-rata dan standar deviasi untuk suatu daerah minat (ROI). Noise pixel kemudian adalah scan kVp, slice thickness, ukuran obyek, dan algoritma. Sebagai contoh, pada 210 mAs, 1 scan yang kedua, 10 mm slice, 120 kVp dan suatu algoritma detail yang lembut, noise untuk somatom Plus adalah 2,9 HU (Siemens, 1989).

Source
Noise pada CT sebagian besar berkaitan sebagai berikut (1) nomor dari photon-photon yang dideteksi (kuantum noise), (2) ukuran matriks (ukuran pixel), (3) slice thickness, (4) algoritma, (5) noise elektronik (elektronik detektor); (6) radiasi hambur dan (7) ukuran obyek. Brooks dan Di Chiro (1967) sudah menggambarkan pernyataan / persamaan untuk noise pada CT bahwa menghubungkan beberapa faktor-faktor ini :
σ (µ) α [ B : W3hD]1/2
(11-16)

atau
σ2 α 1 : w3hD
(11-17)

atau
Dα IE : σ 2W3h
(11-18)

Dimana σ adalah standar deviasi, ∂ adalah koefisien atenuasi linier, B adalah atenuasi yang kecil pada pasien, W adalah lebar dari pixel, h adalah ketebalan irisan (slice thickness), D adalah dosis yang diterima, I adalah intensitas di mAs dan E adalah berkas energi di dalam keV.
Persamaan 11-6 menandai sebagai berikut:
1. Jika lebar dari pixel meningkat, noise berkurang, spasial resolusi berkurang.
Gambar 11-16
2. Jika slice thickness meningkat, noise berkurang dan spasial resolus berkurang.
3. Jika dosis meningkat, noise berkurang

Suatu hubungan umum pada noise untuk spasial resolusi dan dosis sudah diberi oleh Riederer et al (1978) sebagai berikut :
σ2 σ 1/N r3 (11-19)
Dimana N adalah banyaknya proton utama (dosis) dan r adalah spasial resolusi. Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk memperbaiki spasial resolusi oleh suatu faktor dari 2 saat memelihara / menjaga σ konstan, dosis harus meningkat dengan faktor dari 8.

Gambar 11-17 dan 11-18


LINEARITAS
Linearitas adalah parameter penting lain di kualitas gambar CT karena digunakan dalam evaluasi kinerja CT scanner. Linearitas mengacu pada hubungan angka-angka CT kepada koefisien atenuasi linear obyek yang digambarkan. Ini dapat dicek oleh suatu test kalibrasi secara harian, selama phantom yang sesuai diteliti untuk memastikan bahwa angka-angka CT untuk air dan bahan-bahan yang dikenal dimana phantom itu lain dibuat secara benar. Karakteristik-karakteristik phantom seperti itu disampaikan dalam table 11-1

Ketika gambaran dari phantom itu diperoleh, rerata angka CT dapat direncanakan sebagai suatu fungsi koefisien atenuasi bahan-bahan phantom. Hubungan itu harus suatu garis lurus (gambar 11-19) jika scanner itu bekerja dengan baik (bushong, 1997).
Gambar 11-19

KESERAGAMAN DAERAH LINTANG
Keseragaman angka-angka CT sepanjang scan Field Of View adalah satu indikasi bahwa kinerja gambaran CT scanner bisa diterima. Keseragaman ini mengacu pada nilai-nilai dari pixel didalam rekonstruksi gambar, yang direkonstruksi harus konstan pada setiap titik di dalam gambaran dari phantom yang sesuai.
"Keseragaman daerah-lintang dapat dibuktikan dengan memasukkan lima daerah minat (ROI), yang masing-masing area berjumlah sekitar lima persen dari area total phantom, kedalam phantom air yang berdiameter 20 cm " (siemens, 1989) (gambar 11-20). Deviasi maksimum pada angka-angka CT di pusat dan batas luar harus tanpa lebih besar dari 2 HU.
Gambar 11-20

GAMBARAN ARTEFAK
Artefak dapat menurunkan kualitas gambar dan mempengaruhi detail. Ini dapat menyebabkan permasalahan yang serius untuk radiolog yang menyediakan hasil diagnosa dari gambaran-gambaran yang diperoleh oleh radiografer. Oleh karena itu, radiografer memahami sifat asli pada artefak di CT.
Definisi
Pada umumnya, artefak adalah "suatu penyimpangan atau kesalahan dalam satu gambaran yang tidak berhubungan kepada subjek materi yang sedang dipelajari" (Morgan, 1983). Sebagai contoh, sepasang anting-anting pada pasien akan muncul di gambaran skull selama pemeriksaan CT. Penampilan ini adalah satu kesalahan di dalam gambaran dan tidak memiliki hubungan anatomi di bawah penyelidikan.
Secara rinci, suatu gambaran artefak CT digambarkan sebagai "setiap pertentangan antara angka-angka CT yang direkonstruksi di dalam gambaran dan koefisien atenuasi pada obyek " (hseish, 1995). Definisi ini menyeluruh dan menyiratkan bahwa semua yang menyebabkan pengukuran transmisi yang membaca oleh detektor-detektor itu akan mengakibatkan satu gambaran artefak. Karena angka-angka CT menunjukkan bayangan keabu-abuan pada gambar, pengukuran yang salah akan menghasilkan angka CT yang salah bahwa tidak menunjukkan koefisien atenuasi pada obyek. Error / kesalahan ini mengakibatkan berbagai artefak-artefak yang akan mempengaruhi penampilan dari gambaran CT.
Sumber
Pada CT, artefak yang berasal dari sejumlah sumber termasuk pasien, gambaran memproses diri sendiri, dan permasalahan yang berkaitan dengan peralatan seperti mal function atau cacat/ketidaksempurnaan.
Pasien-pasien yang noncooperative dan melakukan pergerakan selama pemeriksaan akan menyebabkan gambaran artefak. Koreksi-koreksi dari data selama akuisisi termasuk prosedur kalibrasi dan proses sebelum dan sesudah dalam mengoperasikan (hsieh, 1995). Permasalahan peralatan berasal dari sistem elektronik, mekanik dan algoritma komputer. Sebagai tambahan, faktor kecerobohan dari radiografer, seperti posisi pasien yang tidak seharusnya pada FOV akan mengakibatkan gambaran artefak.

Tipe-tipe dan penyebabnya
Artefak-artefak di CT dapat digolongkan menurut penyebab dan penampilan. Di dalam penggolongan artefak berdasarkan pada penampilan didalam gambaran. Hsieh (1995) mengidentifikasi 4 kategori utama termasuk lapisan-lapisan, bayangan-bayangan, cincin, dan bands dan "micellaneous" faktor-faktor seperti pola-pola (gambar11-21).
Gambar 11-21

Lapisan artefak bisa terlihat sebagai noise kuat, scanning spiral/helical, dan kegagalan atau cacat/ketidaksempurnaan dalam mekanis. Bayangan artefak-artefak sering kali muncul dekat object dari densitas yang tinggi dan dapat disebabkan oleh pemadatan berkas cahaya, pemerataan volume parsial, scanning spiral/helical, radiasi hambur, radiasi focal tertutup, dan proyeksi-proyeksi tidak sempurna. Rings dan bands disebabkan oleh detektor yang buruk/jelek pada generasi ketiga CT scanner (Hsieh, 1995, 1998) (gambar 11-22).

Gambar 11-22

Artefak Secara Umum Dan Teknik Koreksi
Artefak Gerakan Pasien
Gerakan pasien dapat tanpa disengaja atau disengaja. Gerakan sengaja adalah secara langsung dikendalikan oleh pasien, seperti menelan atau gerakan pernapasan. Gerakan tidak sengaja bukanlah di bawah kendali langsung dari pasien, seperti gerak peristaltik dan berhubungan dengan jantung (gambar 11-22). Kedua gerakan tersebut, gerakan tanpa disengaja dan yang sengaja kelihatan sebagai lapisan-lapisan yang biasanya menurut garis singgung / tangen pada tepi-tepi kontras yang tinggi dari menggerakkan bagian. Tambahan pula, gerakan dari artefak dapat diciptakan dari pergerakkan kontras oral di dalam traktus gastrointestinal.
Penampilan dari lapisan diakibatkan oleh kemampuan rekonstruksi algoritma yang berhubungan dengan data inconsistencitas dalam atenuasi voxel yang timbul dari tepi dalam menggerakkan bagian. Komputer mempunyai pekerjaan yang sulit dalam mengikuti lokasi / tempat voxel.
Ada beberapa metode untuk mengurangi CT artefak dari gerakan. Untuk gerakan-gerakan pasien seperti bernafas dan menelan, penting untuk pasien mobilisasi dan membantu untuk membuat mereka nyaman dan memastikan bahwa pasien memahami pentingnya mengikuti instruksi selama scanning. Teknik gerakan untuk mengurangi artefak adalah menggunakan waktu scan yang pendek pada pemeriksaan. Koreksi gerakan dapat terpenuhi dengan software. Pabrik CT Shimadzu menggunakan koreksi pergerakan artefak real-time (MAC) software untuk mengurangi efek lapisan pada gambaran CT (gambar 11-23), dental, bedah dan electrode-electrode yang mengakibatkan artefak-artefak lapisan di image(gambar 11-24).

Gambar 11-23 Gambar 11-24
Pembuatan artefak dan metode koreksi yang digambarkan pada 11-25. Seperti yang ditunjukkan di dalam gambar 11-25, bahan logam yang meyerap radiasi, mengakibatkan profil-profil proyeksi yang tidak sempurna. Kehilangan informasi mengarah pada penampilan dari bintang khas membentuk lapisan-lapisan.
Artefak logam dapat dikurangi dengan memindah logam external dari pasien. Software seperti pengurangan program artefak-artefak logam (MAR) dapat juga digunakan untuk melengkapi profil yang tidak sempurna melalui interpolasi (gambar 11-25). Prosedur itu digambarkan oleh Felsenberg dan rekan kerjanya (1988) sebagai berikut :
1. Akusisi dan ruang simpan dari data mentah
2. Rekonstruksi suatu gambaran CT
3. Gambaran kasar dengan suatu pena yang ringan oleh pemeriksa
4. Definisi otomatis dalam data proyeksi. Untuk masing-masing proyeksi yang mengatur tube atau sistem detektor secara otomatis digambarkan di dalam ROI yang diberi oleh pemakaian nilai-ambang
5. Interpolasi linear dari data proyeksi yang hilang
6. Rekonstruksi artefak untuk mengurangi gambaran dari data proyeksi yang baru saja dihitung.
Gambar 11-25

Gambar 11-26

Seperti ukuran object meningkat, tenaga rata-rata di sebelah kanan karena energi foton yang lebih rendah diserap sebagai berkas cahaya melalui obyek. Sebagai hasilnya, angka-angka CT dari perubahan struktur yang tertentu, menciptakan artefak (joseph dan ruth, 1997). Tambahan pula, pemadatan berkas cahaya dapat terjadi ketika berkas cahaya radiasi mempunyai panjang lintasan yang berbeda (gambar 11-27).
Gambar 11-27
Gambar 11-27 menunjukkan suatu lintasan yang panjang dan pendek, yang keduanya mengakibatkan pemadatan berkas cahaya. Sedikitnya ada koreksi pemadatan berkas cahaya, profil intensitas yang relatif mengubah dari A ke A'. Secara rinci, perubahan ini menghasilkan artefak-artefak pemadatan berkas cahaya dari error / kesalahan angka CT dari batas luar ke pusat dari FOV.
Perubahan ini, pada angka-angka CT mengakibatkan artefak pemadatan berkas cahaya, yang kelihatan sebagai lapisan gelap yang luas/lebar. Hal ini dikenal sebagai "cupping" artefak-artefak (gambar 11-29). Nomor CT bersifat lebih tinggi di batas luar dan menurun pada pusat gambar.
Gambar 11-29

Artefak-artefak volume Parsial
Kalkulasi angka CT berdasarkan pada koefisien atenuasi linear untuk suatu voxel dari jaringan/tissue. Jika voxel hanya berisi satu jenis jaringan, kalkulasi itu tidak akan menjadi masalah. Sebagai contoh, jika jaringan/tissue didalam voxel itu adalah tulang tebal/padat, nomor CT dihitung pada 1000. Jika voxel berisi 3 jaringan/tisu yang serupa di mana angka-angka CT bersifat menutup bersama-sama sebagai contoh, darah (CT jumlah).
Pemerataan volume parsial dapat mengarah kepada efek volume parsial dan artefak volume parsial (gambar 11-30).
gambar 11-30
Pada gambar 11-30, detektor mengukur transmisi melalui tulang dan angka CT yang benar untuk tulang yang dihitung dari pengukuran transmisi. Detektor mengukur sinar-x yang dipancarkan dari tulang dan udara dan suatu nomor CT adalah jumlah pada dua tipe tersebut. Secara mathematically, kedua intensitas I1 dan I2 diukur sebagai I1 + I2, tetapi bagi kalkulasi yang akurat angka CT .
Jika In I1 + I2 digunakan untuk mengkalkulasi nomor CT, lalu ketidaktepatan terjadi :

In I1 + I2 ≠ In I1 + In I2

Ketidaktepatan ini menghasilkan artefak volume parsial didalam gambar, yang kelihatan sebagai lapisan (gambar 11-31)
Gambar 11-31
Artefak volume parsial dapat dikurangi dengan irisan yang lebih kecil dan algoritma komputer. Hsieh (1995) merekomendasikan metode yang pertama (gambar 11-32). Dengan 2 irisan, nomor CT yang benar dapat dihitung dari summing logaritma pada intensitas dari masing-masing slice, In I1 + In I2 (not In I1 + I2 ).

Gambar 11-32

Teknik pengurangan volume artefak (VAR) dapat juga mengurangi artefak volume parsial (gambar 11-33). Pada gambar, 8 mm slice berisi tulang dan soft tissue yang dibagi menjadi 4 dirata-rata untuk menghasilkan suatu gabungan 8 mm slice gambaran bebas dari artefak volume parsial (hupke, 1990).
Gambar 11-33





Peralatan Termasuk Artifak
Tambahan pula, detektor buruk/jelek dapat menciptakan daerah artefak. Barnes dan lakshminarayanan (1989) sebagai berikut :
”Alasan memakai cincin / ring adalah bahwa selama perputaran tabung sinar-X dan detektor array, sinar yang diukur oleh suatu detektor yang diberi adalah garis singgung lingkaran. Jika suatu detektor mempunyai satu perbedaan offset atau keuntungan dari 0,1 % dengan detektor yang berdekatan, artefak lingkar akan ada dalam gambar. Seperti artefak yang menunjukkan bahwa detektor pada generasi ke-4 tidak mengakibatkan suatu artefak yang nyata karena masing-masing detektor memperoleh suatu pandangan dan data yang tidak tersebar pada gambar. Juga, detektor ke detektor jarang membuat masalah pada generasi ke empat karena detektor itu dikalibrasi dalam keadaan scan”.
Untuk mengoreksi ring artefak pada generasi ketiga, detektor jelek/buruk atau yang pertama kali harus ditempatkan dan sesudah itu dikalibrasi kembali. Tambahan pula, artefak ini dapat dihapuskan dengan software seperti penyeimbangan algoritma, yang akan mengoreksi data mentah selama akusisi. Solusi pada masalah ini memerlukan pemakaian sampling, dimana bagian yang diproduksi titik benda di dalam pasien, frekuensi sampling fA (banyaknya rays/cm di dalam fan beam) sedikitnya dua kali obyek yang paling kecil untuk discan (banyaknya titik benda yang terpisah /cm dan pengaturan jarak antara poin-poin).
Secara matematika, ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

FA ≥ 2fO

Pada kriteria diatas atau kriteria Nyquist, tidak dijumpai, kemudian artefak (lapisan-lapisan) diakibatkan oleh nomor yang tidak cukup dari sampel yang tersedia atau rekonstruksi gambar (gambar 11-36).

Gambar 11-36
Jika fA adalah kurang dari atau sama dengan fO, aliasing terjadi. Artefak akan dapat tumbuh dari view yang tidak cukup untuk rekonstruksi gambar (gambar 11-37). Pada gambar 11-37 menunjukkan bahwa phantom yang sudah discan dengan separuh nomor yang normal dari view (hsieh, 1999).
Gambar 11-37
Berbagai metode tersedia untuk memperkecil aliasing artefak. Dalam beberapa kasus banyaknya view atau nomor dari sinar dapat ditingkatkan (gambar 11-38). Suatu filter belokan dapat juga digunakan untuk gambaran dan dapat memperbaiki penampilannya.
Gambar 11-38
noise induced artifacts
Noise dipengaruhi oleh banyaknya photon bahwa detektor sebagai hasil posisi pasien yang lemah dalam Scan Field Of View (SFOV).
Noise dan sinyal detektor yang lebih kuat, sedangkan sedikit photon (photon starvation) mengakibatkan lebih banyak noise dan sinyal detektor yang lebih lemah (gambar 11-39), photon yang dikurangi (noise yang ditingkatkan) akan mengarah kepada lapisan artefak lapisan seperti yang ditunjukkan di dalam gambar.
Gambar 11-39

Radiografer perlu mengoptimalkan posisi pasien, kecepatan scan, dan teknik faktor expose terus menerus mengukur sinar x pada masing-masing proyeksi. Dengan memilih channel yang berperan untuk lapisan artefak dan dengan bermacam-macam derajat tingkatan tentang smoothing berdasar pada level sinyal noise, sasaran secara bersamaan untuk mengurangi lapisan artefak di dalam gambar dan memelihara spasial resolusi pada sistem agar bisa tercapai (hsieh, 1998).

Kualitas gambar
Pada spiral/helical CT
CT scanning dalam geometry spiral/helical dapat juga mengarah kepada lapisan dan bayangan artefak. Kalender (1995) mencatat bahwa beberapa karakteristik artefak CT konvensional "menjelma diri mereka di dalam wujud yang sama" untuk spiral/helical CT (eg pemadatan berkas cahaya dan sampling artefak). Bagaimanapun juga, pengaruh pergerakan pasien sudah dapat diperkecil di spiral/helical karena waktu scan subsecond, dan artefak gerakan meja telah dikoreksi dengan interpolasi.
Artefak volume parsial diutamakan di spiral/helical CT karena penurunan profil sensitifitas slice. Artefak dapat dikurangi dengan slice yang tipis, suatu pitch dari 1 dan 180 algoritma derajat tingkat. Bagaimanapun, rekonstruksi gambar dan summing slice yang tipis adalah waktu consuming. Scan berulang seolah-olah scan tebal tetapi dengan signifikan mengurangi artefak volume parsial. Karena hanya gambaran klinis yang perlu direkonstruksi, rekonstruksi itu dapat secara prospektif direncanakan seolah-olah scan itu sedang dilaksanakan dengan slice thickness yang dibatasi beberapa kali bahwa slice thickness yang nyata sedang digunakan (heuscher dan Vembar, 1999).
Artefak dapat juga berasal dari CT angiography dengan 3D dan tampilan proyeksi intensitas maksimum (MIP). Didalam gambaran MIP, artefak kelihatan sebagai strip horizontal gelap dan yang terang dan disebut "artefak-artefak zebra" (hsieh, 1997). Jalur diakibatkan oleh ketidaksamaan dari noise. Artefak zebra dapat dikurangi dengan noise yang diperbaiki di dalam gambaran yang direkonstruksi melalui scanning atau pengolahan citra.
Akhirnya, hsieh (1999) menggolongkan artefak yang digambarkannya sebagai miscellaneous (lain) seperti pola Moire.

QUALITY CONTROL
QC adalah satu bagian integral dari pengujian peralatan dan program pemeliharaan di Rumah sakit. QC memastikan kinerja yang optimal dari CT scanner melalui suatu rangkaian dari test-test yang sehari-hari, tahunan dan bulanan untuk spasial resolusi, kontras resolusi, noise , lebar slice kVp bentuk gelombang, rata-rata nomor CT dari air, standar deviasi pada angka CT dalam radiasi hambur dan air dan kebocoran. Test ini melembagakan suatu QC yang umum memprogram CT scanner.

Selamat Datang

Selamat datang di blog Radiologi Indonesia :)